Chaptered · FanFiction

[Chaptered] A Late Regret (Chapter 10/END)


a-late-regret

Title : A Late Regret (Chapter 10/END)

Main casts :

  • [Infinite] Kim Myungsoo
  • [A Pink] Son Naeun
  • [Miss A] Bae Sooji
  • [BTS] Kim Seokjin

Genre : Romance, School life, Angst

Rated : Teen

Length : Chaptered

Disclaimer : chapter ini adalah endingnya! Aku harap, buat kalian yang Myungzy/Myungeun shiper ngga akan ada yang kecewa^^ jangan sampe kalian mikir (ah, ini endingnya bakal myungeun/ah, ini endingnya bakal myungzy) baca dulu sampe selesai ya. hanya mengingatkan, ini adalah ff dengan genre ‘angst’.

Summary :

Penyesalan. Ya, penyesalan memang selalu datang di akhir. Jika penyesalan itu belum datang, kau tidak akan pernah berhenti dan menyadarinya, sampai ada pihak yang terluka atau bahkan pergi meninggalkanmu.

 

 

~Chapter 10~

Ujian akhir sudah di depan mata. Para siswa kelas tiga SMA Seowon pun sibuk mempersiapkan diri masing-masing. Namun, tidak begitu dengan Myungsoo. Beberapa bulan belakangan ini, Myungsoo tidak pernah berkonsentrasi dalam belajar. Ia jadi sering melamun. Tepatnya, setelah hari dimana ia mengetahui Naeun mengidap leukemia. Semenjak saat itu juga, Myungsoo sudah tidak pernah bertemu dengan Naeun. Ia sendiri juga tidak pernah berniat untuk menjenguk gadis itu. Begitu juga terhadap Sooji. Ia tidak lagi mengucapkan sepatah katapun ketika berpapasan dengan gadis itu.

Hari ini, seperti biasanya, Myungsoo kembali berpapasan dengan Sooji. Sama seperti hari-hari sebelumnya, ia akan menganggap seolah-olah Sooji tidak ada. Myungsoo sendiri juga masih belum terlalu mengerti, apa alasannya menjauhi Sooji dan Naeun. Entahlah, meresa bersalah mungkin. Tetapi, kali ini sepertinya Sooji tidak bisa tinggal diam melihat sikap Myungsoo. Akhirnya, gadis itu pun memutuskan untuk bertegur sapa dengan Myungsoo.

“Kim Myungsoo,” panggilnya. Namun, lelaki yang dipanggil justru tidak menghiraukan sama sekali. Ia meneruskan langkahnya seolah-olah tidak ada Sooji di hadapannya.

Sooji memutar bola matanya lalu menghalangi jalan Myungsoo dengan berdiri di hadapan lelaki itu. Sungguh sulit dipercaya, Myungsoo kini mendorong tubuh Sooji ke samping karena menghalangi jalannya.

YA, KIM MYUNGSOO!”

Karena merasa usahanya akan sia-sia, Sooji akhirnya memilih untuk berteriak. Ia tidak peduli dengan beberapa siswa yang mulai memperhatikannya karena suara teriakannya menggema di sepanjang koridor. Melihat Myungsoo yang menghentikan langkahnya, Sooji segera menghampiri Myungsoo lalu memutar tubuh lelaki itu agar menghadapnya.

“Kau ini sebenarnya kenapa? Kenapa kau selalu menyendiri belakangan ini? Kenapa kau selalu menjauhi teman-teman yang lainnya? Kenapa kau jarang sekali bicara? Sebenarnya kau ini kenapa? Apa penyakit Naeun membuatmu benar-benar terpukul? Kalau memang begitu, kenapa kau tidak pernah menjenguknya? Kau tidak tahu penyakitnya semakin parah, huh?”

Myungsoo sepertinya tidak ingin mendengar perkataan Sooji. Lelaki itu bahkan tidak menatap Sooji sama sekali, ia justru mengalihkan pandangannya ke samping. Melihat hal itu, Sooji hanya menghela napas berat.

Gwenchana. Aku akan baik-baik saja jika kau seperti ini padaku, aku tidak akan marah. Tetapi Naeun. Dia, dia sangat membutuhkanmu. Walau bagaimanpun, kau harus menjenguknya. Kasihan dia, Myungsoo-ya.”

Myungsoo tertawa sinis. “Neo nuguya?”

Pertanyaan Myungsoo sontak membuat Sooji mengerutkan alisnya tak percaya. Apa lelaki ini sedang bergurau? Kenapa dia justru bertanya seperti itu?

Ya, Kim Myungsoo!”

Myungsoo memutar bola matanya lalu menatap Sooji tajam. “Wae? Apa yang harus kulakukan? Aku tidak mau mengenal kalian lagi! Aku tidak mau berhubungan dengan kalian lagi! Kau ataupun Naeun, aku tidak mau berurusan dengan kalian lagi! Bukankah seharusnya kalian senang jika aku tidak mengganggu kalian, huh? Aku bukan lelaki baik dan aku sadar itu!”

Sooji masih menatap Myungsoo tak percaya. Ia sama sekali tidak mengerti perkataan Myungsoo. “Kau mau seperti ini terus? Kau akan meninggalkan Naeun? Kau tidak betapa butuhnya dia akan dirimu, Kim Myungsoo? Sadarlah! Jangan egois seperti ini! Keurae, arasseo, aku hargai sikapmu yang lebih memilih untuk meninggalkan aku, tapi pikirkan juga Naeun. Dia masih sangat membutuhkanmu. Bagaimana bisa kau seperti ini?”

Myungsoo sama sekali tidak mengubris perkataan Sooji dan justru pergi meninggalkan gadis itu sendirian. Sementara Sooji kini hanya bisa menatap kepergian Myungsoo. Tidak ada gunanya berbicara dengan lelaki itu lagi.

~***~

Naeun yang masih terbaring lemah di rumah sakit itu kini tengah melamun, memandangi sisir kesayangannya. Sisir yang selalu ia pakai setiap bangun tidur, sehabis mandi, akan bepergian, dan berbagai kegiatan yang mengharuskan rambutnya itu untuk terlihat rapi. Tapi sekarang? Rambutnya bahkan sudah tidak ada. Naeun hanya bisa tersenyum getir menatap sisirnya. Ia lalu meraba penutup kepala yang diberikan oleh pihak rumah sakit khusus untuk pasien kanker. Pasien kanker yang sisa hidupnya tak lama lagi, pikirnya.

Lagi-lagi air matanya terjatuh. Naeun muak akan ini semua. Ia sudah lelah menjalani hidup hanya untuk chemotherapy. Ia merasa tak ada gunanya lagi ia hidup di dunia. Bahkan, setelah mengetahui keadaannya, Myungsoo tidak pernah menjenguknya. Jujur, Naeun sangat mengharapkan kehadiran lelaki itu di sampingnya, memberi semangat, dan menguatkannya. Tetapi nyatanya, sudah beberapa bulan ini, Myungsoo bahkan tidak pernah menjenguknya, atau bahkan sekedar menghubunginya.

Lamunan Naeun mendadak buyar ketika pintu kamar rawat inapnya terbuka lebar. Beberapa teman sekelasnya langsung memasuki kamarnya. Melihat hal itu, Naeun hanya bisa menyunggingkan senyuman yang ia buat semanis mungkin dengan bibir pucatnya.

“Naeun-ah!” panggil salah seorang temannya yang bernama Yookyung.

Sementara beberapa teman lainnya mulai mengelilingi ranjang Naeun. Mereka semua menatap Naeun sambil tersenyum.

Mianhae, kami baru bisa menjengukmu hari ini. Kau tahu sendiri, kan, kami banyak mengerjakan tugas,” ujar Yookyung dengan tatapan bersalah. Sementara Naeun hanya mengangguk pelan sambil tersenyum.

“Naeun-ah, rambutmu!” seru salah seorang temannya yang bernama Baekhyun sambil menunjuk penutup kepala Naeun. Melihat hal itu, Chanyeol yang berdiri tepat di sebelah Baekhyun langsung menyenggol lengan lelaki itu. “Uh, mian.”

Gwenchana. Rambutku ini sepertinya sudah tidak akan tumbuh lagi.”

Waeyo? Aku sangat menyukaimu rambutmu, Naeun-ah. Rambutmu begitu indah,” ucap Jinri.

Naeun lagi-lagi hanya tersenyum. “Rambutmu juga indah.”

“Kenapa tidak akan tumbuh lagi? Kau pasti sembuh!”

“Yookyung-ah, kankerku sudah hampir stadium akhir. Dokter bilang sendiri bahwa keadaanku memburuk.”

“Kau tidak boleh menyerah, Naeun-ah! Kau harus yakin bahwa kau akan sembuh!” ucap Jinri memberi semangat. Gadis itu tersenyum walau dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Uljima, Jinri-ya. kalian doakan saja supaya aku lekas sembuh.”

~***~

Sooji segera membereskan semua buku pelajaran beserta alat tulisnya, lalu memasukkannya ke dalam tas sekolahnya. Sebelum keluar kelas, ia menghampiri Soojung terlebih dahulu. Gadis itu tengah sibuk membaca tugas yang baru saja diberikan guru pada saat jam terakhir. Tugas tersebut berkelompok, dan kebetulan Sooji sekelompok dengan Soojung.

“Soojung-ah, mianhae, sepertinya kita tidak bisa mengerjakan tugas hari ini. Aku harus menjenguk Naeun.”

Soojung hanya menghela napas pelan. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya ia pun mengangguk. “Arasseo. Aku tahu Naeun sedang sakit. Kudengar ia terkena leukemia, apa benar? Kau pasti sangat sedih ya? apa kau kenal dekat dengannya? Keunde, walau dia tidak mengenalku, sampaikan juga salamku padanya, ya? kita bisa mengerjakan tugas ini lusa. Kau bisa, kan?”

Sooji tersenyum lalu mengangguk. “Keurae, arasseo.”

Setelah berpamitan dengan Soojung, Sooji pun bergegas menuju halte bus dekat sekolahnya untuk menaiki bus rumah sakit. Beberapa bulan ini, Soojung memang sering mengunjungi Naeun. Ia bahkan sudah mengenal kedua orang tua Naeun. Mereka untungnya baik karena mengijinkan Sooji untuk menemani dan membantu mereka menjaga Naeun. Entah kenapa, Sooji masih saja merasa bersalah pada Naeun. Ia berpikir jika ia tidak datang lagi ke kehidupan Myungsoo, pasti sampai sekarang hubungan Myungsoo dan Naeun akan baik-baik saja.

Begitu sampai, Sooji segera berlari menuju kamar rawat inap Naeun. Namun, Seokjin yang kebetulan sedang berdiri di depan kamar Naeun mengisyaratkannya agar jangan dulu masuk. Karena penasaran, akhirnya Sooji mengintip melalui kaca pintu. Ternyata Naeun sedang dijenguk oleh beberapa temannya.

“Naeun orang yang baik, tidak aneh teman-temannya sangat mempedulikannya,” ucap Seokjin, membuat Sooji reflek menatap lelaki itu.

“Kau sudah lama di sini?” tanya Sooji.

Ani, baru saja Tuan dan Nyonya Son pulang. Mereka bilang Tuan Son masih ada pekerjaan, dan aku menyuruh Nyonya Son agar istirahat karena ia sudah menjaga Naeun semalaman. Akhirnya aku yang menawarkan diri untuk menggantikan mereka. Teman-teman Naeun juga belum lama datang.”

Sooji hanya menganggukan kepalanya lalu duduk di kursi tunggu sambil mengandarkan kepalanya ke dinding. Ia memejamkan matanya lalu menghela napas. Seokjin pun ikut duduk di samping Sooji dan juga ikut menyandarkan kepalanya ke dinding.

“Ujian akhir sebentar lagi, dan kemungkinan Naeun tidak akan mengikutinya,” ucap Seokjin.

Sooji mengangkat kepalanya. “Jinjjayo? Waeyo?”

“Dia harus dirawat di sini. Dokter bilang kankernya bisa saja menjadi stadium empat. Kita hanya bisa berdoa untuknya saat ini. Rambutnya bahkan sudah rontok total.

Sooji tersenyum masam. “Walau tanpa rambut, Naeun tetap cantik, ya?”

Seokjin ikut tersenyum sambil menganggukan kepalanya. “Kau juga cantik, Sooji-ya, tenang saja.”

Setelah beberapa menit kemudian, teman-teman sekelas Naeun pun keluar. Sooji dan Seokjin langsung bangkit dari duduknya. “Sudah selesai?”

Salah satu dari mereka, Yookyung, melangkah lebih dekat dengan Sooji dan Seokjin. Gadis itu tersenyum lalu memeluk Sooji. Ia tidak memeluk Seokjin melainkan hanya tersenyum saja.

Gomawoyo, kalian sudah selalu menjaga Naeun. Aku saja, yang sudah cukup lama berteman dengannya masih sulit meluangkan waktu,” ujar Yookyung. Ia menghentikan ucapannya sejenak untuk menahan air matanya agar tidak keluar lagi. “Aku sangat berharap Naeun bisa sembuh. Dia gadis yang sangat baik”

Nado. Kalian sudah menjadi teman yang baik dengan menjenguknya. Naeun pasti sangat senang mempunyai teman sebaik kalian,” ucap Sooji. Seokjin hanya menganggukkan kepala tanda setuju.

Yookyung hanya tersenyum lalu berpamitan untuk pulang. “Keurom, annyeonggi gaseyo.”

Yookyung dan beberapa teman sekelas Naeun yang lain pun berpamitan lalu pergi. Sooji dan Seokjin langsung memasuki kamar rawat inap Naeun. Namun, betapa terkejutnya mereka ketika Naeun mengeluarkan darah dari hidungnya yang cukup deras dan tengah kesusahan untuk meraih tisu yang terletak di atas meja di samping ranjangnya.

Omo, Naeun-ah!”

Sooji langsung berlari mengambil kotak tisu tersebut dan mengambil tisu sebanyak-banyaknya lalu menyumbatnya ke lubang hidung Naeun. Setelah itu, Sooji langsung menuntun Naeun berjalan menuju kamar mandi, sementara Seokjin menyimpan tisu lalu membukakan pintu kamar mandi.

“Naeun-ah, apa perlu kupanggilkan dokter?” tanya Seokjin khawatir.

Naeun yang tengah mencuci hidungnya itu hanya tersenyum lalu menggeleng. “Mimisan seperti ini sudah tidak aneh bagi pasien leukemia sepertiku. Lagipula dokter sudah terlalu sering mengecek keadaanku, dia juga butuh istirahat.”

Ya, keunde, itulah tugas seorang dokter! Bagaimana bisa kau masih mempedulikan kesehatan dokter itu sementara kau sekarat, Son Naeun?!” tanpa sadar Seokjin tidak bisa mengontrol emosinya. Ia tidak sadar ia baru saja mengatakan bahwa Naeun sekarat. Sementara Sooji menatapnya tajam dan mengisyaratkan lelaki itu untuk minta maaf.

Mi-mianhae.”

Gwenchana, ucapanmu itu tak sepenuhnya salah. Kau bisa melihatnya sendiri, kan? Mungkin memang sebentar lagi aku mati.”

Ya, Son Naeun, andwae!”

“Kau ini, bagaimana bisa kau mengatakan hal itu pada Naeun?”

~***~

Sooji baru saja akan menggendong tasnya lalu berjalan keluar kelas saat Soojung memanggilnya.

“Sooji-ya!”

Sooji menoleh lalu tersenyum ke arah gadis itu. Soojung membalas senyuman Sooji. “Gomawo, kita sudah melakukan yang terbaik untuk tugas akhir ini! Nilai kita sempurna! Ternyata kau orang yang menyenangkan, ya? Saat aku melihatmu sebagai murid baru, aku berpikir kau orang yang penyendiri. Tapi ternyata kau menyenangkan.”

Gomawo,” ucap Sooji.

Ah, keuge, bagaimana keadaan Naeun? Apa sudah membaik?”

Sooji menggelengkan kepalanya.

“Kau pasti sedih sekali mengetahui hal ini. Kita harus bersama-sama berdoa demi kesembuhan Naeun. Kasihan dia, dia jadi tidak bisa ikut ujian akhir.”

Setelah berbincang cukup lama, Sooji pun pulang terlebih dahulu karena Soojung masih menunggu jemputannya. Ketika ia keluar dari kelas, ia melihat Myungsoo. Dan seperti biasanya, lagi-lagi lelaki itu tak melihatnya. Sooji hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghembuskan napas berat. Ia lalu merogoh saku jas seragamnya, mengambil ponselnya, lalu menempelkannnya pada telinga.

Yeoboseyo, Kim Seokjin.”

~***~

Myungsoo baru akan melewati pintu masuk sekolah ketika sesuatu membuatnya tersandung hingga hampir terjatuh. Myungsoo mengumpat kesal. Ia lalu segera membalikkan tubuhnya untuk mencari benda apa yang hampir membuatnya terjatuh. Ternyata bukan benda, melainkan kaki seorang Kim Seokjin.

Seokjin hanya tertawa melihat ekspresi Myungsoo lalu berjalan menghampiri lelaki itu. Myungsoo yang merasa tidak perlu berbicara apa-apa dengan Seokjin itu segera melangkah pergi, namun, baru saja ia aan melangkah untuk ketiga kalinya, Seokjin sudah berhasil mencegahnya.

“Berhenti di sana! Atau kau akan menyesal!”

Myungsoo pun mendadak menghentikan langkahnya begitu Seokjin menyebutkan kata ‘menyesal’. Entah apa yang membuat Myungsoo takut dengan kata itu. Ia takut. Ia sangat takut untuk mengalaminya.

Melihat Myungsoo yang mematung, Seokjin segera menghampiri Myungsoo lalu menepuk bahu lelaki itu, mengisyaratkannya untuk berbalik. Namun, ketika Myungsoo berbalik, Seokjin justru melayangkan sebuah tinju pada wajah Myungsoo hingga lelaki itu terjatuh.

“Kau pantas mendapatkannya, Kim Myungsoo! Itu sebagai balasan yang di rumah sakit, juga untuk Naeun!” ucap Seokjin sambil menunjuk-nunjuk wajah Myungsoo.

Sementara Myungsoo hanya memasang wajah datar. Ia sama sekali tidak berniat membalas pukulan Seokjin. Ia hanya menatap kosong ke arah depan.

“Mau sampai kapan kau seperti ini? Kau benar-benar akan menjadi lelaki brengsek jika masih belum juga menemui Naeun! Ani, kau memang brengsek, Kim Myungsoo! Seharusnya kau tidak perlu memberinya harapan jika pada akhirnya kau akan meninggalkannya! Dia sangat membutuhkanmu saat ini! Sadarlah Kim Myungsoo! Mau sampai kapan kau seperti ini? Apa kau bisa hidup dengan tenang, huh?”

Lagi-lagi Myungsoo tidak mengubris perkataan Seokjin. Ia hanya diam. Tatapannya pun masih saja kosong.

Arasseo! Lebih baik kau tentukan pilihanmu baik-baik sebelum terlambat, apakah Sooji atau Naeun! Setidaknya berikanlah mereka kepastian! Jangan bersikap egois seperti ini! Kau itu seperti anak kecil saja! Aku tidak mengerti kenapa mereka berdua bisa jatuh cinta padamu!”

Tes. Tes. Tes. Tanpa sadar, Myungsoo sudah meneteskan air mata yang membasahi lantai sekolah. Ia masih belum juga bangkit. Ia masih terduduk. Sementara Seokjin hanya tersenyum sinis melihat Myungsoo menangis di hadapannya.

“Kalau tangisanmu itu bisa membantumu menentukan pilihan, keluarkanlah tangismu! Menangislah sepuasnya, tidak peduli walaupun kau lelaki! Keunde, jika ini semua tidak ada gunanya, lebih baik kau berhenti menangis!” ucap Seokjin lalu berjalan menuju pintu keluar, meninggalkan Myungsoo yang semakin lama semakin membuat lantai sekolah basah karena air matanya.

Lelaki macam apa kau Kim Myungsoo? Kau bahkan tak pantas untuk hidup! Dasar pecundang! Batinnya, sambil terus merutuki dirinya sendiri.

~***~

Setelah melaksankan ujian akhir, akhirnya hari kelulusan pun semakin dekat. Hanya tinggal menunggu beberapa hari lagi, para siswa kelas tiga SMA Seowon akan segera lulus. Tetapi, berbeda dengan Naeun yang kini justru hanya bisa terbaring lemah di rumah sakit. Tubuhnya bahkan semakin kurus dan kulitnya semakin pucat saja. Tidak terlihat lagi semangat hidup pada wajah cantik Naeun. Walau begitu, gadis itu sepertinya tidak akan pernah bosan untuk terus tersenyum. Bahkan, di hadapan teman-teman sekelasnya, termasuk Sooji dan Seokjin yang tengah meneteskan air mata, Naeun masih bisa berusaha untuk tetap tersenyum.

“Naeun-ah, lusa adalah hari kelulusan. Apa kau tidak mau lulus bersama kami? Bukankah kau bilang sendiri bahwa impianmu yang pertama adalah lulus dari Seowon? Baru kau akan meraih mimpimu yang lain. Keunde, jika kau tidak berhasil lulus dari Seowon, bagaimana kau akan meraih mimpimu yang lain?” tanya Yookyung yang tengah terisak.

Mendengar ucapan Yookyung, senyuman Naeun mendadak berubah menjadi senyuman pahit. Ia tahu itu semua. Ia pernah mengatakannya. Tapi impiannya saat ini bukanlah hal seperti itu, tapi kesembuhan. Selama menderita leukemia, impian Naeun hanyalah kesembuhan. Hanya satu impian itu yang bisa membuatnya mengejar impian-impiannya yang lain.

“Aku yakin kau pasti sembuh,” ujar Seokjin seraya mengelus puncak kepala Naeun yang sudah tertutupi penutup kepala itu.

Naeun hanya tersenyum mendengarnya. Mendadak, ia teringat akan Myungsoo. Sudah lama sekali ia tidak bertemu Myungsoo semenjak lelaki itu mengetahui penyakitnya. Ia ingin tahu bagaimana Myungsoo saat ini.

“Bagaimana kabar Myungsoo?”

Ekspresi wajah Seokjin dan Sooji langsung berubah. Mereka saling pandang sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Naeun.

“Dia baik. Kami sudah berusaha sebisa mungkin untuk membujuknya agar–“

Gwenchana,” ucap Naeun memotong perkataan Sooji. “Aku justru tidak ingin ia menjengukku lalu melihat keadaanku seperti ini.”

“Naeun-ah.”

Gomawo, aku hargai usaha kalian. Kalian memang baik.”

Sooji tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Ia lalu berjalan mendekati Naeun, meraih tangan kurus gadis itu, lalu menggenggamnya. “Naeun-ah, lusa aku harus berangkat ke Cina. Mianhae, aku tidak bisa menjagamu terus. Mungkin hanya akan ada Seokjin yang menjengukmu.”

Keuraeyo? Gwenchana, berhati-hatilah kau di sana ya.” Sooji mengangguk.

~***~

Seokjin menuruni taksi dengan tergesa-gesa. Setelah membayar ongkos taksi, ia bergegas memasuki bandara yang dipenuhi banyak orang itu. Tak jarang sesekali ia menabrak beberapa orang yang dilaluinya. Pandangannya sibuk mencari sosok gadis berambut hitam kecokelatan panjang.

“Gadis itu, kenapa ia tidak bilang padaku kalau akan ke bandara siang ini!” gumamnya sambil terus mencari.

Ketika pandangannya masih sibuk, pendengaran Seokjin menangkap suara panggilan dari seorang wanita paruh baya yang sepertinya tak jauh dari tempatnya berdiri.

“Seokjin-ah!”

Sekjin pun memutar tubuhnya, mencoba mencari dimana sosok yang memanggilnya diantara sekian banyak orang. Pada akhirnya, ia menemukannya. Dengan berlari kecil, Seokjin menghampiri Sooji dan ibunya. Sooji dan ibunya pun maju beberapa langkah untuk mendekati Seokjin.

Namun, baru saja, Sooji melangkahkan kakinya, seseorang tiba-tiba menabraknya hingga membuatnya hampir terjatuh.

Aigoo, joisonghamnida!” seru orang itu sambil membungkuk kea rah Sooji.

Sementara Sooji justru terpaku menatap sosok yang baru saja menabraknya. Namun, sosok itu hanya mengerutkan dahi lalu berlalu meninggalkan Sooji. Sementara Sooji masih mematung di tempatnya, dan masih juga belum bisa mengalihkan pandangannya dari orang itu.

Seokjin dan Nyonya Bae segera menghampiri Sooji yang diam saja.

“Sooji-ya, gwenchana?” tanya Seokjin. Sooji hanya mengangguk masih dengan tatapannya kea rah sosok itu yang hampir tak terlihat lagi.

Wae geurae? Apa yang kau lihat?”

Seokjin mencoba mengikuti arah pandang Sooji, tapi ia tak menemukan apapun karena lelaki yang menabrak Sooji sudah tertutup orang-orang yang berlalu-lalang.

“Myungsoo,” gumam Sooji tanpa sadar.

Ne?!”

“Myungsoo, Seokjin-ah, aku melihatnya!” seru Sooji sambil menunjuk ke arah dimana lelaki itu pergi.

“Aku tidak melihat siapapun, kau jangan bercanda.”

Sooji pun kembali pada kesadarannya. Ia menatap Seokjin lalu menundukkan kepalanya. “Mungkin aku salah lihat,” ucapnya. Tidak. Walaupun ia berkata begitu, ia sendiri yakin telah melihat Myungsoo. Lelaki yang baru saja menabraknya adalah Myungsoo.

“Sudahlah, sebaiknya kau bergegas,” ujar Nyonya Bae.

Sooji hanya mengangguk. Ia lalu memeluk ibunya lalu berkata, “Arasseo, Eomma, aku berangkat dulu. Seokjin, kau jaga ibuku, ya.”

Ara, Bae Ahjumma akan baik-baik saja.”

“Jangan lupa untuk sering menjenguk Naeun!”

Arasseo.”

“Hati-hati, ya,” ucap Nyonya Bae.

Sooji hanya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

~***~

Dengan ragu, Myungsoo perlahan membuka pintu kamar rawat inap Naeun. Sedikit demi sedikit, ia bisa melihat Naeun yang tengah terbaring sambil memejamkan matanya. Hatinya mendadak sakit melihat penutup kepala yang menandakan rambut Naeun sudah tidak ada, tubuh kurus dan juga wajah pucat pasi Naeun. Myungsoo terus melangkahkan kakinya mendekati ranjang Naeun. Ia duduk pada sebuah kursi di sebelah ranjang Naeun. Lalu digenggamnya tangan Naeun yang kini lebih kurus itu.

Mengingat perkataan Seokjin, akhirnya ia memutuskan untuk memilih Naeun. Yang ia inginkan saat ini adalah kesembuhan dan keceriaan Naeun. Jujur, setelah sekian lama tidak bertemu Naeun, Myungsoo merasa tersiksa. “Mianhae, Naeun-ah, jeongmal mianhae.”

Myungsoo mulai meneteskan air matanya. Ia kini menyesali semuanya ia menyesal telah menyakiti perasaan Naeun dan Sooji. Ia menyesal karena mencintai keduanya di saat yang sama. Tapi ia bersyukur, karena pada akhirnya ia bisa menentukan pilihan. Dan pilihannya, adalah Son Naeun. Karena kini Myungsoo telah sadar, walaupun ia dan Sooji sempat berpacaran di masa lalu, ia tidak bisa lagi mencintai Sooji sebesar yang ia lakukan di masa lalu.

“Aku tahu, seharusnya aku sudah dari dulu menemanimu, menghabiskan banyak waktu bersamamu, memberimu semangat, memberimu kasih sayang. Keunde, aku terlalu pengecut. Aku justru membuang semua waktu itu dengan sia-sia. Aku hanya bisa berharap, semuanya belum terlambat. Aku harap, kita masih memiliki waktu untuk bersama.”

Saranghae, Son Naeun,” kata-kata itulah yang terlontar dari mulut Myungsoo sebelum ia memejamkan matanya, tertidur.

Sementara Naeun yang masih memejamkan matanya, mengeluarkan air mata.

~***~

Sooji menghela napas begitu ia sudah berada di dalam pesawat. Beberapa penumpang masih berlalu-lalang untuk mengambil tempat duduk. Sementara Sooji hanya menatap kosong ke arah depan. Pikirannya masih saja tertuju pada lelaki yang ia yakini Myungsoo yang baru saja menabraknya tadi. Ia heran, kalau memang itu Myungsoo, kenapa lelaki itu bersikap seolah tak kenal dengan Sooji? Ini sungguh aneh. Dan kini, Sooji sibuat semakin terkejut karena tiba-tiba lelaki yang menabraknya tadi ternyata duduk di sebelahnya.

“Kim Myungsoo?” ucap Sooji. Lelaki itu mengerutkan dahi sebelum akhirnya tersenyum.

Joisonghamnida. Aku bukan Kim Myungsoo, tapi aku Kim Hyunsoo. Bangapseumnida,” ucap lelaki bernama Hyunsoo itu.

Sungguh mustahil. Bagaimana bisa wajahnya mirip identik dengan Myungsoo? Sooji yang masih penasaran itu terus memperhatikan setiap lekuk wajah Hyunsoo yang menurutnya adalah Myungsoo.

Ah, aku ingat kau.”

Perkataan Hyunsoo membuat Sooji mengalihkan pandangannya. “Ne?”

“Kau gadis yang tadi bertabrakan denganku, ya?”

Ne?”

“Lucu, ya. Kita bertemu lagi, bahkan tujuan kita sama.”

Memang benar. Sepertinya, lelaki ini bukanlah Kim Myungsoo. Melainkan, seorang lelaki yang berwajah serupa dengan Myungsoo, Kim Hyunsoo. Senyumannya, bahkan lebih manis.

~***~

Hari sudah mengalami pergantian sejak satu menit yang lalu. Myungsoo akhirnya terbangun dari tidurnya. Ia mlihat ke arah Naeun yang ternyata masih tertidur. Terang saja, ketika ia melihat ke arah jam, waktu menunjukkan tengah malam. Sambil tersenyum, Myungsoo menyentuh pipi Naeun yang terasa, dingin.

Tunggu, apa ini? Kenapa pipinya dingin sekali?

Keringat dingin mendadak membasahi pelipis Myungsoo. Tidak. Ia sungguh tidak ingin kalau sampai Naeun pergi. Ketika Myungsoo menaruh tangannya di bawah hidung Naeun, ia tak merasakan ada hembusan napas. Juga pada perut Naeun yang tidak terlihat mengembang dan mengempis. Wajah Naeun bahkan lebih pucat. Pucat seperti, mayat.

Andwae! Ini tidak boleh terjadi! Kau tidak boleh pergi, Son Naeun! Aku masih membutuhkanmu! Bagaimana bisa kau pergi saat aku sudah menyesali semuanya?

Akhirnya, Myungsoo pun tahu, bahwa penyesalannya telah terlambat. Mengetahui hal itu, Myungsoo seolah hilang akal sehat. Ia lalu mengambil sebuah pisau yang tergeletak begitu saja di samping sebuah kotak makanan dan buah-buahan. Itu semua pemberian teman-teman Naeun. Tanpa pikir panjang, dan di saat suasana rumah sakit sedang sepi, Myungsoo menyobek kulitnya sampai ke urat nadinya. Darahnya pun keluar begitu banyak. Tanpa membua keributan sama sekali, Myungsoo sepertinya menjalankan aksi gilanya itu dengan lancar.

“Kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja, aku harus ikut denganmu, Son Naeun. Saranghae.”

Sampai pagi tiba, tidak ada satupun dari keduanya yang membuka matanya.

~THE END~

 

Gimana nih endingnya? Mudah2an kalian semua ngga pernah nyesel baca ff absurd aku ini. Aku udah berusaha bikin endingnya semaksimal mungkin, dan, beginilah jadinya. Maaf kalo masih ada typos.

kira2, ada yg bisa nebak apa aku ini myungeun/myungzy shiper? /gakpenting/

sebenernya sih, nama kim hyunsoo itu kode loh (?)

Tetep hargai karya aku dengan memberi komentar ya^^

Makasih buat readers setia aku yang udah komen dari part 1-10, karena udah mendukung ff ini hingga tamat T_T

Sampai bertemu di ff aku yang lainnya~

Leave your comment please^^

16 thoughts on “[Chaptered] A Late Regret (Chapter 10/END)

  1. yaampun myung sampe bunuh diri juga, yaampun sad ending bwt naeun ama myung, sedangkan sooji mulai dgn yg baru. huhff
    ditunggu next story nya ya chingu

  2. Berarti berakhir dgn myungeun..suzy menemukn pengganti..oy,thor sekedr info leukemia g ad tngkt stadiumny,hany d ktkn parah..

  3. Waaaaah endingya kok sad gini 😦
    tau gini mending myungsoo sama aku aja 😦 Jangan bunuh diri ><
    Dan itu Hyunsoo siapa? Kembaran myungsoo atau apa? Wkwkwk aku kira Suzy mau di pairing sama seokjin '-')
    Ok ini keren ^^~ Keep writing and fighting ya :3

    1. endingnya menyedihkan ya? kaya authrnya 😦
      makasih udah mau baca dan komen di ff aku ini ya, maaf kali endingnya mengecewakan. sebenernya sih, emang dari awal seokjin ngga bakal aku pairingin sama siapa2, soalnya bias sih, hehe 😀

  4. yahh dikira setelah myungsoo udah nentuin mau sama naeun sii naeun bakalan sembuh ehh kenapa malahan engga , trus si suzy ketemu kembaran myungsoo nih ceritanyaa ? wkwkwk =D
    keren thor ffnya hehehe 😀
    ditunggu ff lainnya ya thor kalo bisa sih myungzy castnya hehe 😀

  5. Nice FF 🙂

    Awalnya aku memang rada kesel sama karakter Myungsoo di sini. Mencintai dua gadis sekaligus dan menyakitinya.

    Kupikir ending begini lebih baik daripada Myungsoo harus memilih salah satu dari mereka. Yaaahh, walau sebenarnya aku lebih suka yang happy-happy daripada yang sad.

    Btw, sejak kapan Myungsoo punya kembaran? Dan Suzy…ah, kenapa tidak sama Seokjin aja. * wuhh, terserah authornya dunk* :p

    Kkkkkkk~

    1. sebenernya sih tadinya aku mau bikin ending suzy sama jin, cuma kesannya aneh, soalnya kan jin masih ada rasa sama naeun, begitu juga suzy yang masih ada rasa sama myungsoo. untuk masalah kembaran, itu sebenernya bukan kembaran myungsoo, cuma kebetulan mukanya mirip aja, hehe 😀
      makasih udah baca & komen ya, eonni^^

Leave a reply to input Cancel reply